Finding perfections in the imperfections
Siapa sih yang gak kepengen skenario hidupnya mulus tanpa hambatan? Kalau ditanya, sepertinya semua orang punya gambaran ideal tentang hidup sempurna versi dia. Kayaknya gak ada sih yang bakal jawab, "saya mau hidup susah, bu." Saya aja pengennya juga cantik jelita, pintar luar biasa, kaya raya, kipas-kipas di rumah tapi duitnya gak abis-abis, trus bisa gandengan ama Orlando Bloom tiap hari. #pembacadilarangprotes #namanyajugapengenan
Kenyataannya, ya pasti jauhlah dari khayalan saya. Tapi, apa emang hidup harus sesempurna khayalan baru layak dinikmati? Ya nggaklah. Kalau kebahagiaan saya bergantung pada konsep ideal hidup yg saya dambakan, wah... pusing pala barbie. Kapan bahagianya coba? Apalagi, hidup itu selalu penuh kejutan yang gak terduga, baik positif maupun negatif. Mau dipersiapkan sebaik apapun, pasti ada yang meleset. Gak mungkin semuanya mulus. Misalnya dulu waktu saya menikah. Kan persiapannya udah pake jungkir balik, ditambah puasa sebulan penuh #serius. Eh, waktu siraman, bapak mertua saya masuk rumah sakit karena diare akut. Jadilah para tamu undangan yang datang agak terlambat gak sempat ketemu calon penganten pria karena yang bersangkutan ngantar bapaknya ke rumah sakit. Apa kabar orang tua saya? Bapak saya langsung sesak napas dan harus dioksigen karena kuatir besok saya menikah tanpa ditemani bapak mertua yang masih terkapar di rumah sakit. Untungnya setelah diinfus sekian botol, saya berhasil menikah dengan kedua pasang orang tua lengkap. Abis itu dijadiin bahan bercandaan aja karena ketauan penyebab bapak mertua saya diare adalah salah minum teh pelangsing ibu mertua. Hahahahahahaha.. Sekarang sih lucu, dulunya alamaaaaak!
Waktu saya dapat beasiswa untuk lanjut sekolah, saya juga berangkat dengan cita-cita dan keyakinan tinggi bakal dapat nilai cemerlang. Kan ceritanya saya gak pernah bodoh nih di sekolah. Pede dong ya. Kenyataannya, itulah pertama kali dalam hidup saya merasa bodoh di sekolah. Nilai pertama yg diambang batas membuat saya nyaris putus asa dan merasa keputusan saya sekolah ini keputusan bodoh. Setelah berkonsultasi dengan bos di kampus asal, saya menata ulang ekspektasi saya dan standard saya. Saya memilih untuk bahagia dengan nilai yang pokoknya gak fail. Hahahahahaha.. Jadinya hidup saya luar biasa enteng dan saya juga sibuk kesana kemari untuk traveling dan shopping karena nilai tinggi bukan lagi tujuan saya. Pokoknya kan saya lulus semua mata kuliah dan pulang tepat waktu bawa ijasah. Nilai? Apaan tuh? Hahahahahahaha...
Dulu waktu saya di sekolah menengah, saya juga pernah ikut kursus bahasa Inggris di satu lembaga kursus yang terkenal. Waktu itu saya juga ikut kursus dengan rasa pede yang lumayan karena nilai bahasa Inggris saya gak pernah jelek. Ternyata jadi peserta termuda di kelas penuh orang dewasa itu bikin galau, terutama karena saya kudet. Jadi pengetahuan umum saya masih kelas ecek-ecek. Ketika diskusi dalam kelas merembet ke pengetahuan umum sebangsa perang teluk, saya jadi bisu karena blas gak mudeng topik diskusinya. Saya mulai gak pede dan malas kursus. Diperparah juga dengan komentar yang discouraging dari guru kursusnya. Akhirnya saya pun DO di tengah jalan. Payah. Tapi walaupun saya gagal menyelesaikan perang saya yg satu itu, saya belajar untuk selalu mengingatkan diri agar tidak pernah jadi guru yang discouraging. Saya yakin semua orang bisa berhasil sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Jadi kalau ada murid saya yang bilang saya macam motivator kalau di kelas, suer sumber inspirasi saya bukan Mario Teguh. Sumber inspirasi saya justru guru saya yg nggak banget dulu itu. Ada bagusnya juga kan saya dulu ikutan kursus...
Lessons learned: Gak mungkin menghindar dari segala macam kesalahan, ketidakberuntungan, dan semacamnya. Daripada meratapi semua hal yg gak berjalan sesuai rencana, mendingan fokus ke hal yang bikin kita hepi. Kayak sepupu saya yg menggelar pesta kebun untuk acara pernikahannya, dan endingnya hujan deras turun gak berhenti yg membuat mereka harus menggelar plan B dan memindah pestanya ke dalam ruangan. Kecewa? Tentu. Tapi yg esensial itu pesta kebunnya atau kumpul keluarga dan teman-temannya sih? Kenyataannya, kami semua bisa keruntelan ngobrol ngalor ngidul dengan santai bareng semua saudara yg ketemunya cuma pas acara-acara besar begini. Dan semua pulang dengan bahagia dan memori yang menyenangkan. Mission accomplished. Siapa tau kalo pesta kebunnya jadi, kami malah sibuk mengagumi tempatnya dan dekorasinya, dan sibuk upload di sosial media sampai lupa ngobrol bareng keluarga. Siapa tauuuuu... Kan susah ya menahan diri di tempat yg sangat instagrammable. Justru karena tempatnya gak instagrammable, fokus malah lebih terarah ke tempat yg semestinya. Blessing in disguise laaah..
Jadi, kalau banyak yang terjadi di luar rencana, tarik napas dalam-dalam, hembuskan, dan santai. Kalau sekarang masih gak bisa dibawa nyantai, suatu saat pasti bisa dilihat manfaatnya kok. Kan everything happens for a reason. Kayak kata pepatah ajaaa.. When life gives you lemon, grab a bottle of tequila and salt, and have a blast! Cheers!
Tags:
My reflections
8 komentar
Dulu memang kalau ada yang tidak sesuai dengan keinginan, rasanya sesek dada menahan emosi. Sekarang sudah lumayan enteng, di pikiran selalu bilang mungkin belum rejekinya ^_^.
BalasHapusBetul mbak. Percaya aja pasti nanti ada rejeki dlm bentuk lain asal kita gak berhenti usaha. Semangat ya mbak =)
HapusEverything happens for reasons (bener ga si nulisnya?) quote yang ajib untuk bisa menerima situasi dan mensyukurinya...
BalasHapusIya mbak. Suatu saat pasti keliatan kok kenapanya. Yg penting belajar buat gak putus asa dan bersyukur di segala situasi.
Hapusterkadang ekspektasi kita terlalu tinggi ya, sakit kalo gak sesuai yang di harapkan :))
BalasHapusYa gpp sih mbak berharap. Tp penting juga untuk siap dengan segala kemungkinan termasuk kemungkinan terburuk, biar gak sakit-sakit amat jatuhnya.
HapusJadi merenung mba... :) Thanks for sharing yaaa...
BalasHapusSama-sama mbak. Terima kasih udah mampir ya.. =)
Hapus